Menurut Telisa, jika tembus Rp 17.000/US$ kerugian ekonominya akan lebih besar dihadapi masyarakat Indonesia, meski tak sampai menyebabkan krisis moneter sebagaimana saat 1997-1998.
“Dulu kan overshoot-nya dari Rp 5.000 ke Rp 17.000, kalau sekarang kan dari Rp 14.000 lah ke Rp 17.000, jadi belum krisis. Krisis itu mungkin kalau Rp 20.000 lah udah itu baru,” tegasnya kepada CNBC Indonesia dikutip Selasa (24/6/2024).
Terlepas dari level tersebut, Telisa mewanti-wanti pemerintah dan otoritas moneter untuk tidak membiarkan kurs rupiah tembus di level Rp 16.500/US$.
Dia mengatakan, bila level psikologis itu tertembus dari saat ini di kisaran atas Rp 16.400/US$ akan terus mengakumulasi sentimen negatif pelaku pasar keuangan dari yang sudah bermunculan saat ini, sehingga sulit dijinakkan dan berpotensi merosot sampai Rp 17.000/US$.
“Jadi, kalau ditanya sampai berapa ya Probability ke Rp 17.000/US$ sih ada ya. Nanti habis 17.000 mungkin ada equilibrium baru,” kata Telisa.