Indonesia Satu–Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Wartawan Media Online Republik Indonesia (AWARDENIN RI) dan seluruh jajaran Media Dan Jurnalis dibawah Kepengurusan DPP AWARDENIN RI dengan tegas menolak isi draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran. RUU ini merupakan inisiatif DPR yang direncanakan untuk menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.“Kami menolak RUU Penyiaran. Kami menghormati rencana revisi UU Penyiaran tetapi mempertanyakan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 justru tidak dimasukkan dalam konsideran RUU Penyiaran,” kata Ketua DPP AWARDENIN RI, Ofi Sasmita, dalam jumpa pers di Kantor DPP AWARDENIN RI, Kamis (1/8).
Suara senada dikemukakan Sekjen AWARDENIN RI Ardi Arisandi Ia menegaskan, jika DPR atau pemerintah tetap ngotot untuk memberlakukan RUU itu, maka akan berhadapan dengan masyarakat pers. “Kalau DPR tidak mengindahkan aspirasi ini, maka Senayan akan berhadapan dengan komunitas pers,” dan Kami Pastikan jajaran Pengurus AWARDENIN RI tingat DPP, Provinsi dan Daerah Akan Bergerak Bersatu untuk Mengempung Senayang Nantinya kata ardi, biasa dipanggil Bung Arishaf.
Menurut Ketua umum DPP AWARDENIN RI, Ofi Sasmita, bila RUU itu nanti diberlakukan, maka tidak akan ada independensi pers. Pers pun menjadi tidak profesional.
Ofi menambahkan, dalam ketentuan proses penyusunan UU harus ada partisipasi penuh makna (meaningful participation) dari seluruh pemangku kepentingan. Hal ini tidak terjadi dalam penyusunan draf RUU Penyiaran.
Larangan penayangan jurnalisme investigasi di draf RUU Penyiaran, ujarnya, juga bertentangan dengan pasal 4 ayat (2) UU Pers yang menyatakan, bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran. Dampak lainnya, larangan itu akan membungkam kemerdekaan pers.