“Kalau kemarin mereka (Bobby-Kaesang) diundang, bebannya ada pada mereka. Sekarang, karena ini masuk sebagai laporan masyarakat, otomatis KPK yang harus meneliti apakah ini gratifikasi yang terkait dugaan korupsi atau tidak. Jika sampai ada laporan, ini bisa menjadi beban bagi KPK,” ujar Agus pada Senin (9/9/2024).
Lebih lanjut, Agus menilai bahwa sulit mengharapkan KPK untuk menangani perkara ini secara optimal. “Berdasarkan undang-undang KPK yang baru, KPK berada dalam rumpun eksekutif. Jadi, ada rasa sungkan, apalagi ini melibatkan anak presiden dan menantu presiden. Jadi memang sulit berharap pada KPK,” tambahnya.
Agus juga menilai bahwa pernyataan KPK yang menyatakan tidak ada tekanan dalam mengusut dugaan gratifikasi ini bersifat diplomatis. “KPK bilang tidak ada tekanan. Kita pasti tahu ini keluarga presiden, dan sebelum masa jabatannya habis, power mereka tentu masih ada,” ucap Agus.
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengungkapkan bahwa laporan terkait Kaesang kini difokuskan pada Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK, bukan lagi pada Direktorat Gratifikasi.
“Sudah tidak ke sana lagi (undang Kaesang). Fokusnya tidak ke sana lagi,” kata Tessa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (4/9/2024). Pengalihan ini bertujuan agar investigasi dapat lebih luas di bawah kewenangan Direktorat PLPM.
KPK juga memutuskan untuk tidak memanggil Wali Kota Medan Bobby Nasution terkait dugaan gratifikasi dalam penggunaan jet pribadi. Sama halnya dengan kasus Kaesang, laporan terkait Bobby dialihkan ke Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.
Menanggapi situasi ini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menegaskan bahwa Kaesang Pangarep tidak memiliki kewajiban hukum untuk melaporkan penerimaan gratifikasi karena dia tidak memegang jabatan sebagai penyelenggara negara. “Kaesang Pangarep belum memangku jabatan sebagai penyelenggara negara sehingga tidak ada kewajiban pelaporan tersebut,” kata Ghufron.