Sementara itu, sejauh pengamatan pihaknya, Pemkot Bandung sudah cukup lama abai atas kewajiban mengurusi warga. Hal itu termasuk PKL yang termasuk dalam kategori pelaku ekonomi mikro non-formal.
Merepons hal itu, Kang Arfi menyampaikan, kata inklusif dalam visinya bersama Teh Yena, berarti seluruh lini pembangunan di Kota Bandung mesti bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal itu, seluruh lapisan masyarakat termasuk warga yang mencari nafkah di Kota Bandung, tak terbatas administrasi kependudukan.
“Mau atau tidak, wali kota mengakui keberadaan mereka (warga dari daerah tetangga Kota Bandung) yang hadir dan kemudian mencari nafkah untuk keluarganya di Kota Bandung. Bahkan, wali kota pun mengurus mereka. Itu selaras dengan visi Arfi-Yena, manfaat pembangunan mesti inklusif, tak boleh ada kelompok masyarakat yang tertinggal,” ucap Kang Arfi.
Berkenaan akan hal itu, Kang Arfi mengaku sangat gembira berdiskusi dengan Yayasan Natadaya dan sejumlah kelompok PKL. Beberapa di antaranya, kelompok PKL Dalem Kaum, kawasan Gasibu, Merdeka. Tiap-tiap kelompok PKL itu turut membawa aspirasi dari sejawatnya di titik-titik lain.
“Alhamdulilah, sangat bersyukur berdiskusi dengan kelompok-kelompok PKL dengan pendampingan anggota DPRD Kota Bandung periode lalu, seperti Bang Folmer, Pak Tanu Wijaya, Pak Edi Haryadi, Bu Rini. Hal yang paling menyentuh, teman-teman PKL meluapkan keresahannya berkenaan dengan urusan paling mendasar. Keberadaannya sebagai pelaku ekonomi, maupun manusia diakui atau tidak?” tutur Kang Arfi.